Mendefinisikan secara bijak, mahal dan murah.

Belajar berpikir ala wirausahawan

Isa Alamsyah di Komunitas Bisa!

Jika saya tanya pada Anda,
Apakah mahal kalau naik ojek cuma 1 km bayarnya Rp 50.000 cuma 1 menit?
Jika saya tanya pada Anda, apakah mahal beli buku tipis hanya 10 halaman seharga Rp 100.000?
Apakah mahal ikut seminar senilai 1 juta hanya untuk beberapa jam?
Bagaimana jawaban Anda?
Pikirkan beberapa detik sebelum menjawab?
Sudah dipikir matang?Apa jawaban Anda?

Apakah jawaban Anda:
MAHAL?
Jika jawaban Anda mahal, maka Anda harus berlatih lagi

untuk lebih bijak mendefinisikan mahal dan murah.

Sesekali perlu kita menggunakan kacamata wirausaha,

kacamata enterpreneur atau sudut pandang pengusaha.


Apa jawaban yang bijak? TERGANTUNG!
Semua jawaban atas pertanyaan di atas tidak bisa langsung di jawab mahal atau
murah tapi tergantung.
Tergantung apa?
Situasi atau kondisi, feed back - timbal balik, konsekwensi atau reward.
Misalnya, ojeg cuma satu km membayar Rp 50.000 padahal cuma 1 menit.
Padahal dalam kondisi tertentu justru karena cuma 1 menit itulah maka jadi mahal tetapi
pantas dibayar.

Saya teringat jaman kampanye, ada menteri yang jadi juru kampanye lalu terhambat macet.

Lalu ia mengejar waktu naik ojeg, tapi lupa bayar.

Setelah akhirnya ketemu sang tukang ojeg ia membelikan tukang ojeg motor baru.
Kenapa? Apa tidak kemahalan?
Tidak bagi sang menteri, karena kalau tidak ketemu ojeg tersebut ia akan terlambat
jadi pembicara, dan acara kacau dan partainya bisa marah, dan kerugiannya
lebih besar. Jadi hadiah yang dia berikan jauh lebih kecil dari
resiko yang dia bayar. Walaupun menurut saya gak perlu gitu-gitu
amat. Tapi justru karena begitu menteri tersebut diliput berbagai media dan jadi popularitasnya meningkat.


Buku tipis seharga Rp 100.000?

Padahal buku lain tipis harganya cuma 10.000.
Bukan masalah bukunya tapi apa isinya.
Jika buku tipis itu isinya daftar inteljen yang menyamar mungkin nilainya bisa tak terhingga

karena menyangkut kerahasiaan negara.
Jika itu isinya alamat penting untuk bisnis, maka akan mempermudah riset tahunan,

dan jadi sangat murah.


Intinya, pebisnis tidak melihat berapa bahan bukunya.
Buat apa beli buku tebal murah kalau isinya tidak bermanfaat?
Jadi bukan bahan bukunya tapi bagaimana manfaatnya.


Bagaimana dengan seminar atau workshop senilai 1 juta beberapa jam?
Apakah mahal? Tergantung.
Tung Dasem Waringin sampai jual sawah untuk ikut seminar Anthony Robin,

habis puluhan juta. Tapi dari seminar tersebut ia bisa buat berbagai seminar dan
bahkan kini, sekali saja seminar penghasilannya bisa mengganti semua
tanah dan sawah yang pernah dijualnya.


Jadi apakah seminar puluhan juta mahal?

Tung Dasem membuktikan itu tidak mahal karena semua balik modal
dalam hitungan waktu yang cepat.
Jadi tergantung.

Lalu apa perbedaan cara pandang pengusaha dan cara pandang awam?
Perbedaaan
pertama.
Orang awam melihat mahal dari kesanggupan bayar.
"Wah seminarnya mahal, saya tidak sanggup bayar!"
Ketika melihat harga, pengusaha melihat apa timbal balik yang di dapat dari harga itu.

Jika ia yakin bermanfaat untuk ke depannya, ketika tidak sanggup bayar,

pengusaha mencari cara bisa membayarnya karena ia sadar akan mendapat manfaat
lebih, bukan sekedar mengeluh.
"Seminarnya memang tinggi harganya, tapi setelah seminar ini

saya mungkin bisa berpenghasilan 10 kali lipat dari biaya seminar tersebut!'
Jadi jatuhnya murah.

Misalnya setelah mengikuti workshop kepenulisan kami, ada dua buku dari peserta yang
sudah diterbitkan dan beberapa peserta dilibatkan dalam kepenulisan buku.
Artinya potensi penghasilannya sudah menutupi biaya yang pernah dibayarnya.

Atau yang ikut workshop dinar, masa depannya terselamatkan hanya dengan beberapa ratus ribu. Padahal tanpa pengetahuan dinar mungkin sepuluh tahun kemudian mereka menyesal karena salah alokasi dana.


Perbedaan kedua.

Orang awam melihat mahal dari perbandingan bahan material fisik.
"Misalnya buku ini sama-sama tipis kok yang ini mahal"
"Jadi pembicara cuma dua jam kok bayarnya 5 juta, padahal yang lain cuma
500 ribu?"
Pengusaha melihat dari esensi sekalipun non fisik.
"Buat apa bayar pembicara Rp 500 ribu per dua jam kalau gak ada ilmu
tambahan, sama saja buang waktu!"
"Lebih baik buku tipis, yang ada manfaatnya daripada buku tebal yang tidak ada manfaatnya"
Jadi yang utama adalah manfaat bukan tebal tipisnya.

Artikel ini hanya sekedar memberitahu, ada hal lain yang harus dilihat ketika menilai
harga, jangan sekedar nominal? Nominal sama sekali bukan hitungan
yang tepat.


Jadi kalau Anda mau menilai mahal atau murah
harus diperhatikan:
Apa manfaatnya?
Apakah manfaatnya lebih dari yang dibayar?
Apakah harga tersebut bisa memberi potensi penghasilan lebih banyak?
Apa yang membedakan ini dengan yang lain sekalipun kelihatannya sejenis?

Dari cara kita menilai akan terlihat seberapa kita bijak,

dan seberapa kita bisa mengembangkan jiwa wira usaha kita.
Ditunggu komentarnya

0 Comments

Post a Comment