Belajar kehidupan dari peserta workshop anak

Belajar kehidupan dari peserta workshop menulis anak
Isa Alamsyah

Kalau Anda mengira kami hanya mengajar menulis kepada anak-anak pada Minggu 26 Juni lalu, salah besar.
Karena ternyata dari workshop tersebut,
kami justru belajar banyak dari peserta tentang kehidupan.

Ada Damas (7 tahun) yang rela membongkar tabungannya untuk ikut serta dalam workshop.
Karena uangnya masih kurang ibunya menambah 1/3 dari biaya workshop.
Damas menunjukkan pada kita bahwa impian harus diperjuangkan dan siap berkorban.
Saya jadi teringat dengan 5 mahasiswa dari universitas berbeda, yang tahun lalu ingin ikut workshop karena suka menulis, tapi tidak punya uang.
Saat itu kami akhirnya memberi mereka beasiswa boleh ikut workshop tanpa bayar.
Tahu apa yang terjadi? Kelima-limanya tidak datang, padahal untuk mereka ada peserta lain yang tidak kebagian kursi.
Sejak saat itu kalau ada yang bilang mau ikut tidak punya uang, kami beri solusi jual buku tanpa modal, kalau tidak mau, kami anggap tidak serius.
Selain itu kami memberi peserta beasiswa bagi peserta peserta yang kami anggap qualified.

Ada juga Mayra dan Sarah, keduanya adalah penulis cilik yang bukunya sudah terbitkan.
Bukan hanya 1 buku tapi 2 -3 buku.
Dari mereka kami belajar kerendahatian dan keinginan untuk berkarya lebih baik.
Kami kadang juga memberi beasiswa (gratis) untuk penulis yang menurut kami bisa lebih ditingkatkan karyanya dengan mengikuti workshop, tapi tidak jarang yang bersangkutan justru tidak menyediakan waktu.

Lalu ada bocah kecil bernama Faiz. Usianya 5 tahun masih TK.
Ketika masuk ke ruang workshop ia tidak berani duduk sendiri dan minta ditemani.
Tapi setelah dilakukan pendekatan ia bahkan berani duduk di depan tanpa orang tua.
Bahkan ia kemudian menulis santai di panggung pembicara.
Dan ketika penugasan teaterikal, bocah imut ini bahkan menjadi sutradara yang mendirect 4-5 anak yang umurnya dua kali darinya.
"Faiz, apa kunci sukses untuk menulis!" tanya kami kepadanya ketika ia dipanggil ke atas panggung.
"Dengan suara imut ia menjawab "Menulis"
Rupanya ia menyimak materi kami.
Lalu apa kunci lain untuk jadi penulis.
Kali ini Faiz diam, karena kita baru berbicara kunci pertama.
Lalu dengan sigap setelah berpikir ia menjawab "Membaca"
Ya, Faiz masuk sebagai anak pemalu, mengakghiri workshop sebagai bintang hari itu.
Dari Faiz kami belajar menumbuhkan keberanian, adaptasi lingkungan, dan kepercayaan diri.

Lalu ada Ihsan yang jauh-jauh datang dari Cianjur ke Depok. Ada Naila, Emma, Naila, dan Aqila yang jauh jauh datang dari Tanggerang. Alyssa dari Pamulang, Mayra dan Nadia dari Bintaro, Dharmasatria dan Malahayati dari Bogor. Sekar, Bagus dan Hilya dari Bekasi. Bahkan karena workshop kami di Depok mereka yang dari Jakarta sebenarnya juga menempuh jarak jauh untuk kemari, seperti Maulidya (Keb Lama), Safina dan Sarah (keb Baru), Zahra (Kemayoran), Bilqis (Cijantung), Atika (Halim), Alia dan Nisya (Cibubur), Nadya (Jagakarsa), Asya (Cimanggis).
Dari mereka kami belajar, jarak bukan masalah untuk mencapai cita-cita.
Kami jadi teringat peserta dari Medan, Balikpapan, Hongkong, Pontianak, yang datang jauh-jauh ke wokshop kami sebelumnya untuk menuntut ilmu. Semoga kelelahannya terbayar dengan ilmu yang didapatnya.

Kami memang sadar lokasi di Depok tidak begitu strategis.
Tapi faktanya, gedung JDC (Slipi Jakbar) yang biasa kami sewa selalu penuh, dan waktunya tidak leluasa.
Karena itu kami memilih basecamp Rumah Baca Asma Nadia sebagai tempat workshop.
Ruangannya sendiri cukup representatif sebagai gedung pertemuan,
hanya memang lokasinya di Depok.

Last but not least, kami juga menghargai para peserta dari Depok.
Kenapa. ternyata banyak orang Depok yang tidak ikut karena menunda-nunda.
Tenang saja dekat, nanti juga ada lagi.
Sedangkan peserta dari Depok ini melihat ini peluang yang ada, karena sebelumnya jauh, kini dekat, dan mereka langsung mengikuti workshop,
Mereka adalah Alifajh, ALisha, Annisa, Astrid, Edrea, Kinanti, Aufa, Putri, Qonita, Sofia, Zahra, Dianda, Raissa, Nadira, Aisyah, Aisyah, Salma, Hasna, Nadisha.

Lebih dari itu semua peserta worskop baik yang remaja maupun anak-anak semua berkarya bersama di acara.
Dari sama kami belajar tentang kebersamaaan tanpa membedakan usia.

Alhamdulillah, dari workshop anak ini kami Isa Alamsyah dan Asma Nadia tidak hanya memberi pelajaran menulis tapi juga belajar tentang kehidupan dari anak-anak dan tentu saja dari dukungan orang tua mereka.

Sampai berjumpa di workshop khusus penulisan buku non fiksi Minggu 3 Juli
"Satu Buku Sebelum Mati...Bisa!"

0 Comments

Post a Comment