Jawaban Seenaknya

Jawaban Seenaknya
Isa Alamsyah

Dialog 1 (antara pejabat dan pemadam kebakaran setelah bencana kebakaran):
Pejabat: Sudah diteliti apa sebab kebakarannya?
Pemadam: Sudah Pak!
Pejabat: Apa itu?
Pemadam: Api, Pak!
Pejabat: ????

Dialog 2 (antara guru dan murid):
Guru: Siapa yang bisa menjelaskan apa yang menyebabkan jakarta selalu banjir
Murid: Air , Pak!

Dialog 3 (antara dukun peramal dan penjudi)
Penjudi: Mbah dukun, gimana caranya agar saya pasti dapat lotere
Dukun: Gampang Mas, beli saja semua kupon loterenya

Dialog 4 (antar apelatih dan pemain sepak bola)
Pemain: Bagaimana triknya agar kita menang dalam pertandingan?
Peltih: Gampang, gol kita harus lebih banyak.

Humor dan Hikmah:
Anda kesal gak, kalau ada orang yang jawab pertanyaan seenaknya?
Jawabannya tidak salah, tapi semua orang sudah tahu itu jawabannya.
Tentu saja ketika bertanya, kita menanti respon yang lebih berisi bukan jawaban sekedarnya. Betul?
Tapi sadarkan Anda, seringkali kita memberi jawaban seenaknya dalam hidup kita.

Misalnya:
Dialog suami istri:
Istri : Pak kenapa dagangan kita tidak laku ya?
Suami : Belum rejeki, Ma.

Dialog Anak dan ayah:
Anak : Pak, boleh tidak liburan ikut pelatihan out bond?
Ayah : Kamu kan tahu gaji ayah pas-pasan?

Dialog Anak dan ibu
Anak : Kenapa sih aku gak boleh sekolah di sana, itu kan sekolah bagus?
Ibu: Memang bagus tapi mahal!

Sering kita temukan, bukan?
Dalam hidup, banyak di antara kita yang memilih memberi jawaban yang mudah untuk menyelamatkan kita dari rasa bersalah tidak menjalankan tugas atau memenuhi tanggung jawab yang seharusnya dijalankan dengan sebaik-baiknya.

Kalau saya ditanya, kenapa dagangan tidak laku?
Maka saya akan berpikir kenapa? Apa yang salah? Apakah karena persaingan? Apakah karena kualitas barang? Apakah karena pemasaran? Intinya cari jawaban yang memuaskan. Jangan serta merta bilang, "Mungkin bukan rejeki!"

Kalau anak-anak ingin sekolah di sekolah yang bagus sekalipun mahal, atau butuh perlengkapan belajar yang memang penting tapi mahal.
Saya tidak akan dengan mudah menjawab "Ayah, gak punya duit!" atau "Udah jangan pilih yang mahal!", tapi saya akan berpikir, apakah memang penting?
Kalaupun mahal tetapi penting, saya akan berpikir bagaimana caranya mendapat uang untuk memenuhinya.
Kalau gajii tidak cukup saya akan berpikir bagaimana caranya mendapat uang lebih tapi tetap halal? Karena saya tidak mau menjawab seenaknya atas segala tantangan.

Di buku No Excuse! Anda akan melihat mereka yang sukses, memilih untuk tidak memberi jawaban yang mudah ketika mereka gagal atau punya tantangan..
Onassis tidak bilang saya gagal karena tidak lulus SMA, tapi ia memilih untuk membuktikan sekalipun tidak lulus SMA ia bisa sukses. Terbukti ia menjadi orang terkaya di dunia di masanya, sekalipun gagal lulus SMA.
Disney tidak bilang, saya gagal karena tidak punya modal. Tapi ia memilih untuk sukses sekalipun tidak punya modal.
Dan puluhan contoh lainnya.

Bagaimana dengan Anda?
Pernahkah Anda memilih menjawab seenaknya daripada mencari jawaban sesungguhnya?

0 Comments

Post a Comment