Haji 28 kali

Haji 28 kali

Isa Alamsyah

Saya mengenal seorang pembimbing Haji yang sangat bijak.

Usianya baru 50 tahunan tapi sudah pergi haji sebanyak 28 kali.

Tidak salah dengar? Tidak ini benar, bahkan kalau ditambah umrah mungkin sudah 50 sampai 70 kali bolak balik ke tanah suci, karena dalam setahun bisa dua atau tiga kali ke tanah suci jika dihitung dengan umrah.

Bisakah Anda bayangkan betapa banyak pengalaman yang sudah dilaluinya.

Betapa banyak hal bisa kita tanyakan dan kita pelajari darinya.

Saya pun sering memanfaatkan waktu untuk bertanya jika kebetulan bertemu dengannya.

Tapi sayang, jika Anda punya list pertanyaan kini dia tidak bisa menjawabnya.

Kenapa? Beberapa bulan lalu ia telah pergi menghadap-NYa.

Ketika melayat saya merasa sedih, bukan saja karena kehilangan dia,

bukan saja karena Indonesia kehilangan salah satu ulama besar,

tapi lebih dari itu, hampir semua ilmu, pengalaman dan pengetahuannya ikut hilang terkubur.

Kenapa?

Karena ia tidak menulis. Tidak ada pikiran dan ucapannya yang dibukukan.

Menulis membuat kita abadi , membuat kita tetap hidup sekalipun kita telah dikuburkan.

Saya sebenarnya sudah menyiapkan ia untuk menjadi narasumber buku guide praktis haji yang sedang kita susun akan tetapi sayang, Allah sudah memanggilnya.

Saya percaya ada ilmu yang tersisa, ada pelajaran yang disampaikan ke anak dan murid-muridnya, tapi jika tertulis maka tidak ada degradasi ilmu karena semua berasal langsung dari sumbernya.

Bagaimana dengan Anda?

Anda mungkin orang tua yang sukses mengubah anak bandel menjadi alim.

Anda mungkin guru yang sukses membuat murid rusuh menjadi pemimpin.

Anda mungkin pegawai yang sukses berkarir dari bawah.

Mungkin Anda menjadi kaya walaupun dari keluarga miskin dan berjuang keras untuk sukses?

Mungkin Anda adalah pahlawan hidup yang dicari banyak orang

Tapi semua itu hanya menjadi kabar angin, dan akan hilang perlahan jika Anda tidak menulis.

Semua akan terkubur dan mulai pudar sedikit lebih lama dari pudarnya tubuh kita dalam tubuh.

Apakah ingin dikenang?

Apakah Anda ingin hidup dalam keabadian ilmu.

Apakah sejarah Anda hanya ingin tertulis di batu nisan atau lebih dari itu?

Bukankah amal jariyah adalah amal yang tetap mengalir sekalipun kita meninggal.

Dan menulis adalah satu satu ilmu yang terus mengalir.

Tulislah pengalaman Anda, buatlah buku, buatlah diri Anda abadi.

Jangan biarkan orang lain mengalami kesalahan yang sama dengan kita.

Beri petunjuk orang lain agar hidupnya lebih mudah.

Selama kebaikan yang Anda sebar, maka amal akan mengalir.

Buatlah setidaknya satu buku, selama Anda masih hidup!

Satu buku, minimal.

Hidup hanya sekali, satu buku bukan target yang berlebihan.

0 Comments

Post a Comment