oleh Isa Alamsyah
Buat yang belum tahu buku ini, membaca judulnya "The Prince" atau "Sang Pangeran", mungkin membuat Anda membayangkan sebuah kisah romantis antara sang pengeran dan calon permaisuri.Tapi kenyataannya buku ini sama sekali bukan buku tentang cinta sang pangeran.
Secara singkat bisa dikatakan bahwa buku ini mengajarkan pada para pemimpin untuk menggunakan KEKERASAN atau PERANG untuk mempertahankan kekuasaannya.Untuk berkuasa penuh, jangan terlalu peduli berapa darah yang harus dikorbankan, jika itu harganya untuk mempertahankan kekuasaan. Kurang lebih begitulah.
Buku ini dikarang oleh Niccolò di Bernardo dei Machiavelli (3 May 1469 – 21 June 1527) atau yang lebih sering disingkat Machiavelli
Buku yang tebalnya tidak lebih dari 100 halaman ini diterbitkan tahun 1532, padahal ditulis sejak 1513. Artinya butuh 19 tahun untuk membuat penerbit memutuskan bahwa tulisan ini layak terbit. Sayangnya tahun 1527 sang penulis sudah wafat, artinya ia tidak pernah tahu bahwa bukunya akhirnya diterbitkan.
Lalu bagaimana buku yang aslinya berjudul Il Principe ini tersebar?
Semasa hidupnya karya Machiaveli ini disebar diantara teman, yang beberapa di antaranya adalah orang berpengaruh, karena Machiaveli sendiri adalah seorang diplomat. Machiaveli sendiri menyerahkan buku ini sebagai upeti untuk raja.
Apa yang Anda pelajari?
Jangan pedulikan apa yang Anda tulis akan diterbitkan atau tidak.Tulis saja dulu apa yang Anda pikir perlu disampaikan. Itu saja dulu. Bahkan Machiaveli harus menunggu 14 tahun sampai meninggal, bukunya tidak diterbitkan. Lima tahun setelah wafat baru bukunya terbit.
Apakah ini saja hikmahnya? Well artikel ini belum selesai.
Ada pelajaran yang lebih penting lagi dari buku ini.
Kira kira dua setengah abad kemudian, buku ini dibaca oleh Napoleon Bonaparte (15 Agustus 1769 – 5 Mei 1821). Salah satunya karena terilhami dari buku ini, Napoleon melancarkan serangan ke berbagai negeri yang membuat Perancis menjadi salah satu negara paling ditakuti. Untung saja Napoleon lebih bijak dan selektif dalam penerapannya sehingga ia tidak menjadi pemimpin yang brutal.
Sayangnya empat Abad kemudian, buku ini menjadi pegangan Hitler, Musolini, Mao Tse-Tung dan Stalin. Kita sudah tahu akibatnya.
Selain The Prince, keempat diktator itu juga terilhami oleh buku Karl Mark dan Charles Darwin, dan baik Marx maupun Darwin juga pembaca The prince.
Stalin membunuh jutaan rakyatnya, Hitler mempelopori PD II yang membuat puluhan juta orang meninggal. Musolini berkoalisi dengan Hitler. Mao Tze Tung
Sekarang apa pelajaran lain yang bisa kita ambil?
Sebuah ide yang dibukukan bisa mempunyai pengaruh sampai berabad-abad lamanya?
Hanya saja ide Machiveli buruk sekali, sehingga menghasilkan pemimpin yang merusak.
Orang yang membacanya punya jalan pikiran yang rusak, dan jika ia berkuasa maka kekuasaannya juga merusak seperti Hitler, Musolini dan Stalin.
Bayangkan, jika begitu banyak orang dengan ide buruk dengan pikiran merusak menuliskan idenya dalam buku maka akan semakin banyak kerusakan di muka bumi.
Bagaimana mengantisipasinya?
Jadikan diri Anda sebagai orang baik yang menulis buku.J
adikan diri Anda sebagai orang baik yang menulis di media apa saja.
Semakin banyak buku bagus, semakin karya bagus maka kebaikan akan semakin tersebar.
Jika semangat menulis dimiliki orang yang mempunyai ide merusak, maka dunia akan semakin buruk.
Menulislah dari sekarang. menulislah yang mencerahkan.
No Excuse! Karena Anda pasti bisa!
Buat yang belum tahu buku ini, membaca judulnya "The Prince" atau "Sang Pangeran", mungkin membuat Anda membayangkan sebuah kisah romantis antara sang pengeran dan calon permaisuri.Tapi kenyataannya buku ini sama sekali bukan buku tentang cinta sang pangeran.
Secara singkat bisa dikatakan bahwa buku ini mengajarkan pada para pemimpin untuk menggunakan KEKERASAN atau PERANG untuk mempertahankan kekuasaannya.Untuk berkuasa penuh, jangan terlalu peduli berapa darah yang harus dikorbankan, jika itu harganya untuk mempertahankan kekuasaan. Kurang lebih begitulah.
Buku ini dikarang oleh Niccolò di Bernardo dei Machiavelli (3 May 1469 – 21 June 1527) atau yang lebih sering disingkat Machiavelli
Buku yang tebalnya tidak lebih dari 100 halaman ini diterbitkan tahun 1532, padahal ditulis sejak 1513. Artinya butuh 19 tahun untuk membuat penerbit memutuskan bahwa tulisan ini layak terbit. Sayangnya tahun 1527 sang penulis sudah wafat, artinya ia tidak pernah tahu bahwa bukunya akhirnya diterbitkan.
Lalu bagaimana buku yang aslinya berjudul Il Principe ini tersebar?
Semasa hidupnya karya Machiaveli ini disebar diantara teman, yang beberapa di antaranya adalah orang berpengaruh, karena Machiaveli sendiri adalah seorang diplomat. Machiaveli sendiri menyerahkan buku ini sebagai upeti untuk raja.
Apa yang Anda pelajari?
Jangan pedulikan apa yang Anda tulis akan diterbitkan atau tidak.Tulis saja dulu apa yang Anda pikir perlu disampaikan. Itu saja dulu. Bahkan Machiaveli harus menunggu 14 tahun sampai meninggal, bukunya tidak diterbitkan. Lima tahun setelah wafat baru bukunya terbit.
Apakah ini saja hikmahnya? Well artikel ini belum selesai.
Ada pelajaran yang lebih penting lagi dari buku ini.
Kira kira dua setengah abad kemudian, buku ini dibaca oleh Napoleon Bonaparte (15 Agustus 1769 – 5 Mei 1821). Salah satunya karena terilhami dari buku ini, Napoleon melancarkan serangan ke berbagai negeri yang membuat Perancis menjadi salah satu negara paling ditakuti. Untung saja Napoleon lebih bijak dan selektif dalam penerapannya sehingga ia tidak menjadi pemimpin yang brutal.
Sayangnya empat Abad kemudian, buku ini menjadi pegangan Hitler, Musolini, Mao Tse-Tung dan Stalin. Kita sudah tahu akibatnya.
Selain The Prince, keempat diktator itu juga terilhami oleh buku Karl Mark dan Charles Darwin, dan baik Marx maupun Darwin juga pembaca The prince.
Stalin membunuh jutaan rakyatnya, Hitler mempelopori PD II yang membuat puluhan juta orang meninggal. Musolini berkoalisi dengan Hitler. Mao Tze Tung
Sekarang apa pelajaran lain yang bisa kita ambil?
Sebuah ide yang dibukukan bisa mempunyai pengaruh sampai berabad-abad lamanya?
Hanya saja ide Machiveli buruk sekali, sehingga menghasilkan pemimpin yang merusak.
Orang yang membacanya punya jalan pikiran yang rusak, dan jika ia berkuasa maka kekuasaannya juga merusak seperti Hitler, Musolini dan Stalin.
Bayangkan, jika begitu banyak orang dengan ide buruk dengan pikiran merusak menuliskan idenya dalam buku maka akan semakin banyak kerusakan di muka bumi.
Bagaimana mengantisipasinya?
Jadikan diri Anda sebagai orang baik yang menulis buku.J
adikan diri Anda sebagai orang baik yang menulis di media apa saja.
Semakin banyak buku bagus, semakin karya bagus maka kebaikan akan semakin tersebar.
Jika semangat menulis dimiliki orang yang mempunyai ide merusak, maka dunia akan semakin buruk.
Menulislah dari sekarang. menulislah yang mencerahkan.
No Excuse! Karena Anda pasti bisa!
0 Comments
Post a Comment